Penyakit Lou Gehrig atau Amyotrophic Lateral Sclerosis (ALS) adalah gangguan yang menyerang saraf motorik di otak dan tulang belakang. Saraf motorik berfungsi menghantarkan signal listrik saraf yang mengendalikan gerakan otot. Kerusakan pada saraf motorik mengakibatkan tubuh kehilangan kemampuan untuk menggerakkan otot, sehingga otot menjadi lumpuh dan kemudian mengecil.Terkadang penyakit ini disebut juga sebagai penyakit Lou Gehrig. Lou Gehrig diambil dari nama atlet baseball ternama Amerika Serikat yang mengalami penyakit ini sekitar tahun 1930-an, (Lou adalah seorang pemain basket dari New York yang berhenti dari profesinya setelah dinyatakan menderita penyakit tersebut), penyakit ini belum diketahui penyebab dan pengobatannya.
Di Amerika Serikat, lebih dari 5.000 pria dan wanita terdiagnosa ALS setiap tahunnya. Rata-rata, pasien dapat hidup 2 hingga 3 tahun. Sekitar 20% dapat bertahan hingga 5 tahun, dan hanya sedikit sekali yang dapat bertahan satu hingga dua dekade.
Saraf motorik dibagi menjadi dua bagian, yaitu saraf motorik atas (upper motor neuron, UMN) yang bertugas mengirimkan pesan dari otak ke saraf tulang belakang, dan saraf motorik bawah (lower motor neuron, LMN) yang bertugas mengirimkan pesan dari saraf tulang belakang ke otot.
Pada penyakit Lou Gehrig, terjadi pengerasan dan penyusutan saraf-saraf motorik. Akibatnya, signal listrik saraf tidak dapat dihantarkan dan otot-otot tidak mendapatkan perintah untuk bergerak, sehingga mengakibatkan kelumpuhan, kesulitan mengunyah, menelan, berbicara, atau bahkan bernapas.
Terdapat dua tipe ALS, yaitu:
  • Sporadic ALS. Kondisi ini dialami oleh 95 persen pengidap penyakit Lou Gehrig tanpa sebab yang jelas.
  • Familial ALS. Kondisi ini terjadi karena pengaruh kelainan genetik yang diturunkan. Orangtua yang menderita ALS, berpotensi menurunkan penyakit tersebut kepada anak-anaknya.

Penyebab


Belum diketahui pasti apa penyebab kerusakan sel saraf pada penyakit ini. Sekitar 10 persen dari kasus yang terjadi, ditemukan adanya mutasi genetik yang menyebabkan pembentukan suatu protein yang sifatnya merusak sel saraf.
Ada beberapa faktor lain yang juga diduga dapat menjadi penyebab kerusakan sel pada ALS, di antaranya:
  • Kelebihan glutamat. Glutamat adalah zat kimia yang berperan sebagai pengirim pesan dari atau ke otak dan saraf. Akan tetapi, apabila terjadi penumpukan glutamat di sekitar sel saraf dapat menimbulkan kerusakan pada saraf.
  • Gangguan sistem imun. Dalam kondisi tertentu, sistem kekebalan tubuh seseorang justru menyerang sel-sel yang sehat di dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan pada sel-sel saraf.
  • Gangguan pada mitokondria. Mitokondria merupakan tempat pembentukan energi di dalam sel. Gangguan dalam pembentuan energi ini dapat merusak sel-sel saraf, serta mempercepat perburukan penyakit yang mungkin disebabkan oleh faktor lain.
  • Stres oksidatif. Kadar radikal bebas yang berlebihan akan menyebabkan stres oksidatif, dan menyebabkan kerusakan pada berbagai sel tubuh.

Gejala Utama

  • Kelemahan Otot
  • Kram otot
  • Rasa geli
  • Kesulitan bernafas dan menelan
  • Kejang
  • Kelumpuhan
  • Kehilangan kendali pada otot
  • Ketidakmampuan untuk berdiri, berjalan atau mengangkat
  • Berbicara tidak jelas
  • Perasaan aneh mengenai kelelahan
  • Nyeri
  • Tersedak
  • Air liur berlebihan dan tidak terkendali
  • Atrofi (penyusutan) otot
  • Aliran balik (refluks) asam
  • Air liur berlebihan
  • Sembelit
  • Gangguan penyerapan nutrisi
Karena penyakit tersebut berpengaruh terhadap saraf (neuron) motorik, pasien tidak akan kehilangan fungsi kognitif dan kelainan mental lainnya. Dia juga dapat mempertahankan fungsi tubuh lainnya seperti melihat, mendengar dan merasakan.
Tanda-tanda awal kemunculan penyakit Lou Gehrig biasanya dimulai dari tangan, lalu ke kaki, dan menyebar ke bagian tubuh yang lain. Gejalanya terdiri dari:
  • Tangan terasa lemas dan sering menjatuhkan barang.
  • Lemah pada tungkai dan kaki, sehingga sering jatuh atau tersandung.
  • Sulit menegakkan kepala.
  • Sulit menjaga posisi badan.
  • Bicara tidak jelas.
  • Sulit menelan.
  • Sulit berjalan dan melakukan aktivitas normal sehari-hari.

Faktor Risiko Penyakit Lou Gehrig

Ada beberapa faktor yang bisa meningkatkan risiko penyakit Lou Gehrig, di antaranya:
  • Usia. Hasil studi menemukan bahwa seseorang dengan usia 40-60 tahun lebih berisiko mengalami penyakit Lou Gehrig.
  • Jenis kelamin. Pria berusia 65 tahun berisiko mengalami penyakit Lou Gehrig dibandingkan wanita dengan usia yang sama.
  • Keturunan. Pengidap penyakit Lou Gehrig berpotensi menularkan penyakit ini kepada anaknya dengan presentase 50 persen.
  • Genetika. Penelitian menemukan seseorang dengan jenis gen tertentu berpotensi mengalami penyakit Lou Gehrig.
  • Merokok. Rokok bisa memicu kemunculan penyakit Lou Gehrig, terutama pada perempuan yang sudah menopause.
  • Paparan zat kimia beracun. Paparan zat kimia beracun secara terus-menerus bisa memicu terjadinya penyakit Lou Gehrig.

Diagnosis Penyakit Lou Gehrig

Penyakit Lou Gehrig sulit didiagnosis sejak dini karena tanda dan gejalanya mirip dengan gangguan neurologi yang lain. Untuk menegakkan diagnosa penyakit Lou Gehrig, dapat dilakukan beberapa tes berikut:
  • Elektromiogram (EMG), untuk mengevaluasi aktivitas listrik pada otot.
  • Pemeriksaan MRI, untuk melihat sistem saraf mana yang bermasalah.
  • Pemeriksaan darah dan urin, untuk mengetahui kondisi kesehatan penderita secara umum, adanya kelainan genetik, atau faktor penyebab lain.
  • Pemeriksaan kecepatan hantar saraf, untuk menilai fungsi dari saraf-saraf motorik tubuh.
  • Sampel biopsi otot, untuk melihat kelainan pada otot.
  • Spinal tap, untuk memeriksa sampel cairan otak yang diambil melalui tulang belakang.

Siapa yang Harus Ditemui dan Perawatan yang Tersedia

Memburuknya kondisi penyakit dan gejala beragam diantara pasien. Terkadang, kehilangan kendali pada otot sangatlah kecil sehingga pasien baru dapat terdiagnosa ketika sudah mencapai tahap lanjut. Secara normal, pasien merasakan terdapat sesuatu yang salah ketika mereka mulai menjadi kaku.
Penyakit ini tidak memiliki pemeriksaan standar untuk diagnosis. Pasien seringkali mendatangi dokter umum untuk pemeriksaan awal. Dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan diagnostic seperti rontgent dan jika diperlukan pemindaian MRI. Jika diduga menderita ALS, pasien kemudian dirujuk ke Dokter Spesialis Saraf.
Dokter spesialis saraf akan menganjurkan pemeriksaan seluruh tubuh dan termasuk system saraf (neurologis) tetapi tidak terbatas pada:
  • Pungsi lumbal untuk mendapatkan contoh cairan tulang belakang
  • Pemeriksaan penghantaran listrik pada saraf (Nerve conduction study (NVS)) yang mengukur kecepatan penghantaran sinyal listrik pada saraf untuk menemukan adanya kerusakan pada saraf atau perburukan.
  • Cervical spine myelogram, merupakan uji pencitraan dengan cara memasukkan bahan kontras (atau pewarna) pada saluran tulang belakang (kanalis spinalis) dengan menggunakan jarum untuk tulang belakang
  • Pengambilan contoh jaringan (biopsi) saraf
  • Tes Tiroid
  • Urinalisis (pemeriksaan air kemih)

Jika pasien positif terkena ALS, dokter spesialis saraf akan dengan segera melakukan rencana penatalaksanaan dan perawatan. Sejauh ini, Rilutek (riluzole) merupakan satu-satunya obat yang disetujui oleh FDA untuk digunakan pada pasien ALS. Obat ini adalah penghambat glutamate yang akan membantu pasien memperpanjang kelangsungan hidup untuk beberapa bulan dan meningkatkan kemampuan mengunyah dan menelan mereka.
Pengobatan lainnya digunakan terutama untuk meredakan gejala. Misalnya, obat-obatan seperti tinzanadine dapat diberikan untuk mengurangi spastisitas (kekakuan otot) sementara gabapentin membantu penanganan rasa nyeri. Jika pasien memiliki kesulitan menelan air liur, dokter juga dapat meresepkan amitriptyline.
Asosiasi ALS melakukan berbagai penelitian dan percobaan untuk mengetahui penyebab dan pengobatan penyakit ini secara efektif. Dana sebesar 100 juta dolar telah mereka dapatkan dari Acara Tantangan dengan Es, misalnya, yang akan digunakan untuk mengawali ALS ACT (ALS Accelerated Therapeutics) dalam mencari pengobatan yang dapat mengurangi proses peradangan pada sel saraf dan mengurangi produksi protein-protein tertentu.
Pengobatan dilakukan untuk menghambat perkembangan penyakit serta mencegah komplikasi. Obat-obatan dapat juga diberikan untuk meringankan gejala, misalnya nyeri, kram, kejang otot, sembelit, air liur dan dahak yang berlebihan, gangguan tidur, serta depresi.

Di samping itu, dokter akan menyarankan penderita untuk menjalani serangkaian terapi yang terdiri dari:
  • Terapi pernapasan. Apabila kelemahan sudah terjadi pada otot-otot pernapasan, maka pernapasan akan dibantu oleh mesin, terutama pada waktu tidur.
  • Terapi fisik. Untuk menjaga kebugaran tubuh, kesehatan jantung, dan meningkatkan kekuatan otot.
  • Terapi bicara. Membantu penderita untuk bisa berkomunikasi dengan baik (terutama verbal) dengan mengajarkan teknik-teknik tertentu.
  • Terapi okupasi. Membantu penderita melakukan aktivitas rutin sehari-hari dengan bantuan alat dan teknik khusus, untuk tetap menjaga kemampuan fungsional dan kemandirian penderita.
Penanganan tambahan lain yang bisa diberikan yaitu berupa pengaturan asupan nutrisi. Disarankan agar penderita diberikan makanan dalam bentuk yang mudah ditelan, dan mengandung gizi yang cukup.

Banyak dari pasien ALS yang mengalami depresi. Walaupun obat anti-depresi dapat membantu, diperlukan juga konseling dan dukungan keluarga yang cukup untuk pasien.
Dokter dari pasien juga harus bekerja sama dengan erat dengan ahli pelayanan kesehatan lainnya seperti dokter THT, ahli nutrisi, psikolog dan ahli terapi ketika membuat dan mengubah pengobatan dan penanganan.
Keluarga pasien juga perlu menyesuaikan gaya hidup mereka untuk meningkatkan kualitas hidup lebih jauh. Mereka dapat membuat tangga yang landai atau rumah satu tingkat dengan perencanaan rumah besar untuk gerakan yang cepat dan memudahkan. Pasien juga bisa mendapatkan manfaat dari penyedia layanan kesehatan misalnya perawat yang dengan cepat dapat melayani kebutuhan medis khususnya di rumah. 

Komplikasi Penyakit Lou Gehrig

  • Kesulitan berbicara. Pengidap penyakit Lou Gehrig sering mengalami kesulitan berbicara. Kata-kata yang diucapkan tidak jelas dan sulit dipahami.
  • Gangguan pernapasan. Penyakit Lou Gehrig jangka panjang bisa melumpuhkan otot-otot pernapasan.
  • Gangguan makan. Kerusakan otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan makanan menyebabkan terjadinya malanutrisi dan dehidrasi pada pengidap penyakit Lou Gehrig.
  • Demensia. Banyak pengidap penyakit Lou Gehrig mengalami demensia, dengan gejala berupa penurunan daya ingat dan kemampuan membuat keputusan.